ABout Me

Foto saya
One time I wanted to create a captive butterfly. Not to detain them, nor to steal their freedom, I just wanna feel the beauty right in front of my eyes. The beauty of this moment never existed, never felt the majority of people. The beauty of a freedom. Independence entirely!

Sabtu, 08 Oktober 2011

dongeng seorang kawan

Menjadi Pemain Ke-12

Adalah kami warga Malang,orang Malang,"Arek Malang". Sebagian dari orang-orang sering melafalkannya dengan sebutan "Genaro Malang" atau "Kera Ngalam". Menjadi manusia yang terlahir di sebuah wilayah yang familiar disebut "Malang Raya" (Kota Malang, Kabupaten Malang&Kota Batu), akan membuatmu hampir secara otomatis dibaptis menjadi pendukung sebuah klub sepakbola. Satu klub sepakbola yang paling dipuja di kawasan itu.Tak lain dan tak bukan ialah AREMA. Maka orang-orang yang aktif menyalurkan dukungannya pada klub bersimbolkepalasingaitu, Aremania-lah sebutannya. Klubyangberdiri pada tahun 1987 ini, merupakan anggota liga utama di Indonesia. Peraih 1 gelar juara Galatama, 1 gelar Liga Indonesia, 1 gelar kompetisi level II&sepasang gelar Piala Indonesia. Tidak terlalu istimewa memang, meski tak bisa disebut nihil prestasi. Saat pekan-pekan pertandingan home digelar, menatap jalan-jalan di 3 wilayah administratif kota-kabupaten tersebut, kita akan menyaksikan lalu-lalang manusia beratribut biru. Dari kaos, syal, hingga kibaran bendera. Manusia segala usia, beragam latar belakang profesi, jenis kelamin&keyakinan keagamaan, berduyun-duyun bergerak ke stadion. Bila dahulu kala, titik yang dituju bernama Gajayana, maka beberapa tahun belakangan rute itu bergaris finis Kanjuruhan. Sementara bagi mereka yang tak bisa hadir langsung &kebetulan stasiun swasta menyiarkannya, mereka akan berkumpul. Duduk antusias dalam hiruk-pikuk siaran langsung televisi. Selanjutnya, gang dan jalan di beberapa kampung akan tampak sedikit lebih sepi. Itu lah mereka, ritual mereka, tahun ke tahun, generasi ke generasi. Lalu, merupakan pemandangan yang biasa saja, jika jumlah tembok di kota dan desa disemprot cat bertulis "AREMA" atau "Aremania" makin bertambah, seolah sedang bersaing dengan menjamurnya outlet-outlet merchandise Arema. Sampai menjadi hal yang tak mengundang decak kagum, saat kau menemui warung nasi, penjual bakso, PKL, tukang cukur, bengkel, rental vcd, gym, warnet, angkutan umum, toko sembako, studio musik, gerobak sampah, banner promo universitas, berikut para kandidat yang bersaing di Pilkada, melabelkan "AREMA" sebagai brand nya. Kata seorang kerabat, mungkin hanya tempat ibadah lah yang absen menggunakan label tersebut. Label yang tampaknya sudah menjadi semacam identitas kebudayaan bagi tak sedikit penduduk Malang.

Menyebut Arema dengan Aremania-nya, maka kita akan menjadi pembohong bila tidak mentautkannya lansung dengan Persebaya&kemudian Bonek. Ini adalah rivalitas. Ini adalah sejarah kebencian. Sejenis kebencian genetik yang sukar diurai. Bila dalam jagad sepakbola dunia, kita mengenal perseteruan Barca kontra Madrid dan Derby Andalucia di Spanyol. Intenazionale versus Milan, Lazio versus Roma, Club Utara musuh Club Selatan di Italy. Lalu negeri Elizabeth, dengan duo Manchester, Everton-Liverpool dan pergulatan club-club London. Maka ini terasa beda, sungguh berbeda. Tidak pula bisa dijelaskan layaknya kita memahami Boca Junior berhadapan dengan River Plate, dalam tajuk "Super Clasico" di Argentina. Pun tak serupa Galatasaray versus Fernebachedi Turkey. Bahkan mungkin juga masih lebih ekstrem dari West Ham dengan barisan GSE-nya melawan pendukung Milwall. Permusuhan Aremania kontra Bonek layak nya sebuah kutukan. Dari waktu ke waktu semakin kelam. Sebuah ilustrasi pribadi bisa sedikit saya bagi. Saat masih duduk di bangku SMP, suatu waktu, seorang paman dengan bersemangat menarik tangan saya. Mengajak bergegas ke jalan. Lalu dalam hitungan menit, seorang bocah seketika menyaksikan pamannya bergabung dengan beberapa pria. Mereka membikin gaduh jalanan. Judul kegaduhan itu tak lain bernama sweeping kendaraan bermotor. Saya menonton bagaimana paman ikut bersorak ketika kendaraan berplat "L", satu-persatu mulai dirusak. Dari motor, tak terkecuali roda empat. Saya menyaksikan bagaimana pria-pria itu mengeluarkan kata-kata makian. Lalu sebuah batu besar melayang, menghantam kaca BMW yang baru saja melintas. Sepulang dari pertunjukan jalanan itu, dengan lirih paman berucap: "Deloken iki, Le! Iki kelakuane suporeter e Persebaya". Luka bacok di punggung Paman jelas membekas. Dan saat itu sontak saja saya menangkap sebuah pesan: Ini adalah perang!!!

Tahun berganti, waktu bergerak maju. Saya bukan lagi seorang bocah. Namun, perseteruan tak jua menunjukkan tanda-tanda akan meredup, apalagi usai. Tak ada mimpi tentang traktat perdamaian. Saat masa kuliah dulu, kala liburan tiba&pulang kampung. Saya akan mendengar dongeng kusam berbungkus baru. Sepupu saya, dengan berkobar-kobar mendeskripsikan bentrok Sidoarjo. Ia berdiri di depan jilatan api dari mobil-mobil yang terbakar. Sebuah aksi balasan dituntaskan, ongkos bagi kendaraan rombongan Aremania yang dirusak para Bonek. Lalu sahabat saya, seorang sopir truk, akan melanjutkan cerita tentang aksi ribuan Aremania yang "ngelurug" ke Kediri. Penyerangan massal dan rusaknya Stadion Brawijaya, diceritakan dengan akhiran: "Sak jane Aremania iku cinta damai. Kecuali lek kunu ngedol, yo wajib dipayu, Rek!". Satu kalimat apalogis yang sungguh absurd. Dan hari-hari sekarang, semua nya belum beranjak kemana-kemana, kecuali semakin mengeras. Bocah-bocah di bawah 12 tahun sudah demikian antusiasnya mendukung Singo Edan. Bersamaan dengan masa pertumbuhannya, mereka cukup fasih dengan satu prima doktrin: bahwa Bonek adalah musuh besar! Kemudian, kita akan melihat secuil keganjilan. Orang-orang tua akan murka bila putera nya memiliki kegemaran memaki. Namun bila yang keluar dari bibirnya sejenis umpatan: "Bonek Jancuk!", "Bonek Anake Balon!", "Bonek Suporter Goblok!", maka tak jarang bocah-bocah yang belum berani kencing sendiri di malam hari itu, akan dibiarkan. Bahkan ada pula yang mendapatkan tepukan di pundak atau elusan di kepala dari sang ayah. Mars wajib yang tak terlupakan di tiap laga sepastinya adalah lagu makian! Di lain tempat, pemandangan yang tak kalah membara bisa kita peroleh dari kubu yang berlawanan. Saya memiliki beberapa kenalan&sahabat "Arek Suroboyo". Maka kesaksian mereka pun hampir serupa. Sebuah syariat baku masih berjalan: kau tak akan pernah menjadi benar-benar Aremania bila belum memekik: "Bonek Jancuk!", begitu juga sebaliknya, "Aremania Jancuk!".

Permusuhan bergenerasi itu kini sudah menjadi kanker. Semakin lama dibiarkan, semakin berbahaya. Liga akan segera dimulai. Apakah kanker ini akan meningkat stadium nya?? Keputusan sepenuhnya ada di tangan kalian, para "Pemain ke-12" ! "Jugador njadi Pemain Ke-12

Adalah kami warga Malang,orang Malang,"Arek Malang". Sebagian dari orang-orang sering melafalkannya dengan sebutan "Genaro Malang" atau "Kera Ngalam". Menjadi manusia yang terlahir di sebuah wilayah yang familiar disebut "Malang Raya" (Kota Malang, Kabupaten Malang&Kota Batu), akan membuatmu hampir secara otomatis dibaptis menjadi pendukung sebuah klub sepakbola. Satu klub sepakbola yang paling dipuja di kawasan itu.Tak lain dan tak bukan ialah AREMA. Maka orang-orang yang aktif menyalurkan dukungannya pada klub bersimbolkepalasingaitu, Aremania-lah sebutannya. Klubyangberdiri pada tahun 1987 ini, merupakan anggota liga utama di Indonesia. Peraih 1 gelar juara Galatama, 1 gelar Liga Indonesia, 1 gelar kompetisi level II&sepasang gelar Piala Indonesia. Tidak terlalu istimewa memang, meski tak bisa disebut nihil prestasi. Saat pekan-pekan pertandingan home digelar, menatap jalan-jalan di 3 wilayah administratif kota-kabupaten tersebut, kita akan menyaksikan lalu-lalang manusia beratribut biru. Dari kaos, syal, hingga kibaran bendera. Manusia segala usia, beragam latar belakang profesi, jenis kelamin&keyakinan keagamaan, berduyun-duyun bergerak ke stadion. Bila dahulu kala, titik yang dituju bernama Gajayana, maka beberapa tahun belakangan rute itu bergaris finis Kanjuruhan. Sementara bagi mereka yang tak bisa hadir langsung &kebetulan stasiun swasta menyiarkannya, mereka akan berkumpul. Duduk antusias dalam hiruk-pikuk siaran langsung televisi. Selanjutnya, gang dan jalan di beberapa kampung akan tampak sedikit lebih sepi. Itu lah mereka, ritual mereka, tahun ke tahun, generasi ke generasi. Lalu, merupakan pemandangan yang biasa saja, jika jumlah tembok di kota dan desa disemprot cat bertulis "AREMA" atau "Aremania" makin bertambah, seolah sedang bersaing dengan menjamurnya outlet-outlet merchandise Arema. Sampai menjadi hal yang tak mengundang decak kagum, saat kau menemui warung nasi, penjual bakso, PKL, tukang cukur, bengkel, rental vcd, gym, warnet, angkutan umum, toko sembako, studio musik, gerobak sampah, banner promo universitas, berikut para kandidat yang bersaing di Pilkada, melabelkan "AREMA" sebagai brand nya. Kata seorang kerabat, mungkin hanya tempat ibadah lah yang absen menggunakan label tersebut. Label yang tampaknya sudah menjadi semacam identitas kebudayaan bagi tak sedikit penduduk Malang.

Menyebut Arema dengan Aremania-nya, maka kita akan menjadi pembohong bila tidak mentautkannya lansung dengan Persebaya&kemudian Bonek. Ini adalah rivalitas. Ini adalah sejarah kebencian. Sejenis kebencian genetik yang sukar diurai. Bila dalam jagad sepakbola dunia, kita mengenal perseteruan Barca kontra Madrid dan Derby Andalucia di Spanyol. Intenazionale versus Milan, Lazio versus Roma, Club Utara musuh Club Selatan di Italy. Lalu negeri Elizabeth, dengan duo Manchester, Everton-Liverpool dan pergulatan club-club London. Maka ini terasa beda, sungguh berbeda. Tidak pula bisa dijelaskan layaknya kita memahami Boca Junior berhadapan dengan River Plate, dalam tajuk "Super Clasico" di Argentina. Pun tak serupa Galatasaray versus Fernebachedi Turkey. Bahkan mungkin juga masih lebih ekstrem dari West Ham dengan barisan GSE-nya melawan pendukung Milwall. Permusuhan Aremania kontra Bonek layak nya sebuah kutukan. Dari waktu ke waktu semakin kelam. Sebuah ilustrasi pribadi bisa sedikit saya bagi. Saat masih duduk di bangku SMP, suatu waktu, seorang paman dengan bersemangat menarik tangan saya. Mengajak bergegas ke jalan. Lalu dalam hitungan menit, seorang bocah seketika menyaksikan pamannya bergabung dengan beberapa pria. Mereka membikin gaduh jalanan. Judul kegaduhan itu tak lain bernama sweeping kendaraan bermotor. Saya menonton bagaimana paman ikut bersorak ketika kendaraan berplat "L", satu-persatu mulai dirusak. Dari motor, tak terkecuali roda empat. Saya menyaksikan bagaimana pria-pria itu mengeluarkan kata-kata makian. Lalu sebuah batu besar melayang, menghantam kaca BMW yang baru saja melintas. Sepulang dari pertunjukan jalanan itu, dengan lirih paman berucap: "Deloken iki, Le! Iki kelakuane suporeter e Persebaya". Luka bacok di punggung Paman jelas membekas. Dan saat itu sontak saja saya menangkap sebuah pesan: Ini adalah perang!!!

Tahun berganti, waktu bergerak maju. Saya bukan lagi seorang bocah. Namun, perseteruan tak jua menunjukkan tanda-tanda akan meredup, apalagi usai. Tak ada mimpi tentang traktat perdamaian. Saat masa kuliah dulu, kala liburan tiba&pulang kampung. Saya akan mendengar dongeng kusam berbungkus baru. Sepupu saya, dengan berkobar-kobar mendeskripsikan bentrok Sidoarjo. Ia berdiri di depan jilatan api dari mobil-mobil yang terbakar. Sebuah aksi balasan dituntaskan, ongkos bagi kendaraan rombongan Aremania yang dirusak para Bonek. Lalu sahabat saya, seorang sopir truk, akan melanjutkan cerita tentang aksi ribuan Aremania yang "ngelurug" ke Kediri. Penyerangan massal dan rusaknya Stadion Brawijaya, diceritakan dengan akhiran: "Sak jane Aremania iku cinta damai. Kecuali lek kunu ngedol, yo wajib dipayu, Rek!". Satu kalimat apalogis yang sungguh absurd. Dan hari-hari sekarang, semua nya belum beranjak kemana-kemana, kecuali semakin mengeras. Bocah-bocah di bawah 12 tahun sudah demikian antusiasnya mendukung Singo Edan. Bersamaan dengan masa pertumbuhannya, mereka cukup fasih dengan satu prima doktrin: bahwa Bonek adalah musuh besar! Kemudian, kita akan melihat secuil keganjilan. Orang-orang tua akan murka bila putera nya memiliki kegemaran memaki. Namun bila yang keluar dari bibirnya sejenis umpatan: "Bonek Jancuk!", "Bonek Anake Balon!", "Bonek Suporter Goblok!", maka tak jarang bocah-bocah yang belum berani kencing sendiri di malam hari itu, akan dibiarkan. Bahkan ada pula yang mendapatkan tepukan di pundak atau elusan di kepala dari sang ayah. Mars wajib yang tak terlupakan di tiap laga sepastinya adalah lagu makian! Di lain tempat, pemandangan yang tak kalah membara bisa kita peroleh dari kubu yang berlawanan. Saya memiliki beberapa kenalan&sahabat "Arek Suroboyo". Maka kesaksian mereka pun hampir serupa. Sebuah syariat baku masih berjalan: kau tak akan pernah menjadi benar-benar Aremania bila belum memekik: "Bonek Jancuk!", begitu juga sebaliknya, "Aremania Jancuk!".

Permusuhan bergenerasi itu kini sudah menjadi kanker. Semakin lama dibiarkan, semakin berbahaya. Liga akan segera dimulai. Apakah kanker ini akan meningkat stadium nya?? Keputusan sepenuhnya ada di tangan kalian, para "Pemain ke-12" ! "Jugador XII"!!

Published with Blogger-droid v1.7.4

Kamis, 09 Desember 2010

buletin




sesaat muncul
tak ingat seberapa lama..
sebuah cerita lampau yg kembali diurainya..

entahlah, mengapa harus q yg menerima pesan itu,
melalui buletin kecil yg tak pernah terlihat sebelumnya,
tak cukup dengan jelas memahaminya,

bersalahkah?
maafkan..

kami berusaha,
semoga.. sinar itu semakin terang,
semoga.. buletin itu tak terbakar & lapuk menjadi abu..
semoga.. cerita itu tetap bersambung

seperti sebuah harapan
harapan mu yg pernah sirna
harapan mu yg terbang menuju surga..

mizz u sista..

*) luvly Rizka Ananda

Jumat, 03 Desember 2010

full color


sometimes we never wise to face a problem,
 only make one-sided conclusions, accuse, emotional and left.
and this is what is called subjectivity,

 the existence of self-interest that culminated ..

Also sometimes we say something wisely,

 but not aligned with our actions, 
and when we begin to realize our mistakes and try to fix it, 
then that is what we called the evaluation.

This life will never be perfect as we want,

 because human nature is always loyal to the two things, 
positive and negative.

and the process of life that we take that will further improve our. 

if we always learn from our past experiences and mistakes .. 
and consistently maintain that there is a positive thing ..

life is not always easy right?

 even to achieve an ease, 
we must fight hard,even possible until we die, 
we have not felt the ease with which we want ..

and this is a fun life.

 full color.. 
which makes us like the most stupid person on earth and only clever moment ..
 when we understand well what we should do in this life and make our lives very meaningful to other people, 
it was there without us knowing it, 
we become very wise in the face of contradiction that will never run out before we die.

SeXy


siapakah dia yang berkulit hitam itu?
rambutnya ikal memanjang dan terlihat seperti blonde,
bukan karena blocking sbuah cat rambut,
tapi karena intensitas panas yg tiap saat membidik rambutnya..


tampak seperti seorang perempuan,
tetapi kenapa tak seperti perempuan yang digambarkan oleh mayoritas orang??


perempuan itu tak berkulit cerah, tak juga tampak cantik dengan hidung yang tidak mancung,
tak juga bertubuh sexy seperti banyak idaman lelaki dewasa ini..
perempuan itu juga tak tampak lemah sama sekali,
dengan kuat dia adukan cangkul yang dia bawa, dalam-dalam ke dasar tanah, berulang kali, setiap hari..


pernah ku ajaknya berbicara:
"maaf ibu, apakah ibu tidak lelah beradu dengan tanah tandusmu setiap hari?"
dan mengejutkan balasannya,
"lelahku sangat anak muda, letihku tak terukur, tapi ku tak kan diam,
tak kan berhenti mngerjakan ini sebelum anakku dapat makan hari ini"


ibu itu, perempuan itu, bukan layaknya perempuan yang biasa kutemui di pusat2 kota.
yang selalu tampak ayu parasnya, yang selalu bermanja dgn pekerjaan sederhananya.


ibu itu, yg sangat kuat tubuhnya, tak pernah mengeluh meski 12 jam kerjanya hanya dihargai tidak lebih dari sekedar dapat menyuapkan bbrp sendok nasi pada anaknya,
ibu itu, tak pernah merengek kesal pada suaminya, meski tak mampu menghiasi telinganya hanya dengan sekedar anting imitasi.
ibu itu, tak pernah berputus asa, meski makin hari makin menumpuk hutangnya pada sang ijon karena panennya yang tak melimpah, bahkan gagal & makin tak banyak tanah yang bs ia garap karena jadi sengketa dgn tuan-tuan besar yang asing baginya..


keras,kasar, hidup yang dijalani perempuan buruh tani itu..
dan apakah hanya dia yg merasakan kehidupan yang sperti itu?

kupikir tidak, ketika ku tahu bahwa ternyata jumlah mereka lebih dari 60% dari jumlah masyarakat di negri ini..

15 tahun lalu, ketika ku masih d skolah dasar, sll ku ingat pengajar ku bertuah..
"negri kita ini negri yang subur anak2ku, yang sll menghasilkan makanan utama bangsa ini dengan berlimpah,
yang sll dapat mengubah kayu kering menjadi buah & sayur segar,
yang kaya akan rempah2 & sll membuat iri bangsa lain hingga bernafsu menguasainya.."


tapi hari ini, setelah 15 tahun itu berlalu,,
mengapa harus ku jumpai buruh tani perempuan yg harus sangat berat hidupna hnya untuk mendapatkan makan bagi anaknya?


benarkah subur negri ini?
mengapa jadi lahan tandus bagi penghuninya?
apa yg kemudian akan terjadi pada generasi slanjutnya?
& bgaimana KITA, generasi muda yg sharusnya berperan atas pembangunan negri ini kedepan?


bukan hal sederhana, menjawab sekian tanya yg memenuhi kepala kita,,
apalagi harus berhadapan dengan raksasa besar yg tak ingin terusik kayanya oleh ratusan juta anak jaman,
yg akan sll menghalalkan sgl cara untuk menjaga taring & istana indahnya..


jalan kita pasti sukar, bukan hanya karena duri yang tersebar, bukan hanya karena lubang & batuan tajam yg merintang,
tetapi juga karena semakin banyak yang runtuh karena tak mampu bertahan.
tapi anak jaman tak kan pernah mati di tengah negri yang subur akan ketidakadilan,ketidaksetaraan &
kemerdekaan yang hanya diatas kertas.




Dan walaupun ketika kita tidak beruntung sampai menggulingkan raksasa besar itu,
walaupun kita akan patah ditengah jalan menuju kehancuran raksasa itu,
kita akan mati dengan senyum ceria bahkan tawa yg semakin menggelora,
karena telah bnyak & akan smakin banyak anak jaman yang lahir,
yg diciptakan sendiri oleh suburnya penindasan & penghisapan yg tjd di negri ini.

Akhir DaRi Qt = MaTi! Tak daPat Di debatKaN!

*) Mengiring perjalanan seoraNg Kawan, KeraBat, SahabaT, SAudara, Keluarga, relasi dan seluruh manusia..

Speechless, shock, sedih, diam, kecewa & marah merupakan beberapa reaksi sesaat manusia ketika datang sebuah kabar tentang KematiaN!
Berat untuk mengikhlaskan, itu mungkin terjadi,
sekali lagi kemudian "Proses" yang akan menjawab hal itu.

Dan ini ilmiah, segala proses, tindakan, ucapan akan berhenti secara tiba-tiba ketika kematian itu datang!
Adakah salah 1 dari Qt yg bisa menghindaR?
Barang tentu, TIDAK!

Bahkan ketika Qt dalam kondisi diam-stagnan sekalipun!
Siapa yang menduga ketika jam makan siang tiba, ternyata gemuruh gelombang air laut menjadi gulungan ombak besar-tsunami seperti yang mengguncang saudara qt d Aceh 6 tahun lalu?
siapa pula yang mengira ketika dalam lelap tidur Qt tiba-tiba terjadi Gempa besar dan memicu reruntuhan puing-puing bangunan seperti yg menimpa kerabat qt di Jogja 4 tahun lalu?

Apalagi pada saat-saat yg padat!
Ketika kaum Buruh sedang dalam kondisi memperjuangkan kenaikan upahnya tiba-tiba dihadapkan dengan perlawanan keras dan berakhir dengan kematian,
Begitu juga Kaum Tani yang sedang berjuang mempertahankan Tanahnya dari sebuah perampasan tiba-tiba tertembak mati!



Mungkin ada yang berpikir, bahwa ketika ternyata kemudian akhir dari kita adalah mati, lalu untuk apa upaya, tindakan & ucapan qT saat ini, ketika hidup?
Berharap untuk tidak ada 1 pun manusia yg akan menganggap bahwa seluruh perjuangan hidupnya sia-sia!



Karena dari tindakan & ucapan yang selaraslah kemudian Qt akan benar-benar pahami kedudukan HIDUP dan MATI,
yang sama skali berbeda, berlawanan!


Bahwa HIDUP dimaknai sebagai proses panjang pembelajaran berharga & membawa perubahan kehidupan yg lebih baik melalui segala perjalanan, persoalan & perjuangannya!
Sehingga akhir yg berupa MATI tidak akan membuat hidup manusia menjadi sia-sia!


Tak ada yg tak berharga dan tak mulia dari sekian banyak perjuangan atas hak hidup yang layak, atas kesejahteraan, atas kesetaraan, dsb selama ini.
Karena ketika kita akan matipun, minimal qt berperan aktif untuk melahirkan sebuah perubahan-perubahan demi kehidupan yang lebih baik bagi generasi setelah Qt.
Dan itulah hal berharga yang tidak cukup dibayar dengan gunungan uang, bahkan lautan emas sekalipun!


Bagiku, tak ada satupun alasan yang menarik dan tepat untuk tidak berbuat bagi sesama demi perubahan yang qt impikan sebelum QT menuju Akhir!

thanx 4 Mikas Matsuzawa's poem

I AM WOMEN

I hold half of the sky
half of the world
half of my nation
I AM WOMEN

Look at me
I am not just breasts
nor just vagina
I AM WOMEN

See me
I am your wife, mother,
daughter, your sister
I AM WOMEN

Stop mispronouncing me
My place was never just at the kitchen
not even the bedroom

My place is not at home
No, it is not just at home
My home is in the struggle

I am half of the force for societal change
I AM WOMEN